Akhirnya aku dan Ibuku sampai di rumah nenek.Yang berada dikawasan Suruhan Lor,Bandung,Tulungagung.Tepatnya,adalah rumah depan jembatan Singgit yang ada sungai kecilnya.Suara gemuruh motor yang berlalu lalang dijalan raya yang menunjukkan arus mudik dari arah manapun semakin terdengar nyaring di telingaku.Kali ini,perjalanan terasa lumayan panjang dan jalan yang berliku,serta geronjalan batu dikanan kiri jalan melengkapi suasana letih disiang yang panas ini.Aku biasa mudik saat lebaran kurang empat/tiga hari lagi.Itupun sering aku jalani dengan motor Ibu,dan beberapa makanan dari Boyolangu yang dipesankan nenek,ketika akan kemari.Makanan yang nenek gemari biasanya cenil,rujak,dan geti.Ya walau geti makanan yang keras,tapi nenekku tetap punya semangat untuk memakannya.Karena giginya masih sangatlah kuat.Sesekali makan geti,pasti disisakan untuk keesokan harinya.Itulah nenekku,nenek yang sangat hemat dan cermat.Sudah dibuktikan juga mengenai hal itu,sebab dengan uang pensiunan kakek,dan hasil sawah yang melimpah ruah beliau selalu menabungnya.Dan alhamdulillah hasilnya dapat digunakan untuk keinginannya naik haji.
Sesampainya,aku di rumah nenek.Beliau segera kucium tanganya,begitu pula kakek yang tengah terbaring dikasur kayu.”Kek,ini aku Arin cucumu.Aku sudah sampai disini,lebaran nanti aku akan menemani dan membantu nenek merawat kakek.”,kataku sambil merendahkan tubuh,mengelus-elus tangan keriputnya dan menatap mata kakek.Kakek hanya menganggukkan kepalanya,dengan penuh tatapan mata sayu dan wajah yang sudah mengeriput kurus kering.Beliau sakit karena pernah terpeleset dan terjatuh di kamar mandi.Kejadian itu sejak aku duduk dibangku kelas 1SD,sampai ketika itu aku naik kelas 2.Entah mengapa,ketika matahari yang bersinar akan kembali keperaduannya.Aku terasa pilu dan hasrat ingin meneteskan air mata selalu muncul saat aku memadangi keadaan kakek sekarang.Aku mengartikan bahwa pandangan kosong dari kedua bola mata kakek,mewujudkan suatu hidup yang lemah dan lelah.Karena sudah melawan maut sejak lama.Sekarang dalam hatinya hanya ingin memanjatkan doa untuk harapannya hidup lebih lama.Dan ada suatu mukjizat yang membuatnya kembali dalam keadaan normal.
Aku hanya menatap raut wajahnya dengan gelisah.Dan selalu memanjatkan doa untuk kesembuhan beliau.Aku tak kuasa lagi menahan air mata yang tanpa sengaja jatuh dari kedua bola mataku yang memerah.Sesekali aku menghembuskan nafas dalam-dalam,kakekku memandangiku dengan penuh rasa haru.
Nenek dan Ibuku berdiri sambil menengadah keadaan haru itu.Aku segera berdiri sambil mengusap air mata yang berlinang dipipi merahku.Aku mencoba melepaskan tangan kananku dari genggaman kakek.”Kek,sudah tidak perlu khawatir.Yakinlah suatu saat nanti kakek pasti sembuh.”,kataku sembari mengembalikan suasana yang semula penuh senyum menjadi haru biru.Nenek dan Ibu hanya berdiri,terpaku dalam linangan air mataku.
”Nak,ayo tasnya ditaruh dulu.”,kata Ibuku sembari mengajak ku untuk bangkit dari rengkuhan kesedihan kakek.Seketika beliau menepukkan tangan dipundakku,dengan penuh kelembutan kasih sayangnya.Aku pun hanya menganggukkan kepala,dan mengusap air mataku.Kemudian aku,menoleh kearah rumah bulek yang ada dideket rumah nenek.Serta aku,mencoba melangkahkan kaki perlahan tapi pasti agar kesedihan ini senantiasa terlupakan.Sambil ku genggam tali yang tasku,aku mempercepat langkah kakiku.Dan menaiki keempat tangga yang menghubungkann rumah nenek dengan rumah bulek.Aku berusaha membuang jauh-jauh,rasa sedih itu.Dan mencoba memperlihatkan senyuman manis kepada siapapun orang yang memandangku.Dengan teriakkan manja seorang anak SD,yang tertekan oleh sebuah penderitaan aku menyambut kehadiran bulikku dari balik pintu yang terbuka lebar.”Bulik....!”,teriakku sambil menatap bulik dengan penuh kegembiraan.Begitu juga,aku langsung mencium tangan kanan bulik.Aku senang,meski masih ada penat yang ada didadaku tentang kakek.Karena usahaku untuk berusaha tersenyum dan menghibur hari-hari sedih bulik berhasil.Bulikkupun seketika,tersenyum dan membelai rambut panjang hitamku.
“Rin,kamu sama siapa kesini?”,tanya bulekku penuh kelembutan dan kesabaran.Selanjutnya,datanglah Ibuku dari belakang yang menyusul jawaban yang akan kulontarkan pada bulik.”Sama aku Dek.”,kata Ibuku sambil berjalan menuju depan pintu belakang rumah bulik,tempat pertemuanku dengan bulik tadi.Ibuku memperlambat langkahnya,sambil mengusap sedikit peluh keringat maupun air mata yang ikut berlinang.Bulik menatap mata Ibu yang terlihat sayu dan sedih.Dipandanginya beliau dengan penuh rasa penasaran.Dalam batinnya bergumam,”Ada apa dengan kakakku ini?Sepertinya ada yang disembunyikan darinya.”
Sosok wanita umur 45 tahunan ini,sering memakai celana hitam dan baju panjang,serta tak lupa memakai jaket parasit hitam yang didapatnya dari pembelian sepeda motor.Dengan anggunnya,beliau selalu berjilbab.Dan jilbabnya disesuaikan dengan warna pakaiannya.Berdiri terpaku menatap bulekku.Yah,itulah Ibuku putri ketiga dari kakek dan nenekku.
Beliau kemudian menatap mata merah putri ragil dari kakek dan nenek yang selalu rajin merawat kakekku itu.Angin semilir melewati celah-celah jendela ditempeli debu yang berkelana sebentar.Seakan burung-burung tak lagi terbang dan berdiri direngkuhan atap-atap genteng yang mulai rapuh,dan gosong.Hati ini,terasa bergetar ikut merasakan suasana yang berubah menjadi kabut kisah duka kakek.
Aku berusaha mengembalikan suasana yang keruh ini.”Hmmmms....,kenapa ini terus begini?”,gumamku dalam kalbu.Derap kakiku mengetuk-ngetuk lantai dari batu kapur ini dengan irama teratur.Mataku terbelalak melihat suasana yang masih haru,namun dengan isyarat mata saja.Karena Ibu dan bulikku ini,hanya diam seribu bahasa tak ada yang berani mengucap sepatah katapun.Aku hanya menikmati suasana ini,dengan berusaha tersenyum kecil.Wanita yang ada dihadapanku,memakai daster hijau lengan pendek dan berambut keriting sedikit keputih-putihan.Maklum sudah mau tua,dan mungkin terlalu banyak beban pikiran yang ditanggungnya sendiri.
Lelah hati ini menatapi tatapan kosong,yang bermakna sedih dan dalam ini.Aku bergegas melangkahkan kaki cepat menerobos menuju pintu belakang yang dihadang oleh bulikku.Sebab terdiam begitu lama,menyaksikan aku menorobos pintu.Bulikku terkejut,”Ha....!”,dan wajahnya mulai terlihat gelisah.Namun sesekali,ketika kuberbalik muka memandanginya.Beliau juga membelokkan kepalanya dan menatapkan sambil berusaha terenyum kecil untukku.Kelihatan memaksakan diri untuk tersenyum,itulah bulekku.Orang yang humoris dan pendiam.
Aku tak membalas senyum beliau.Selanjutnya,aku memperlambat derap langkahku dan memasuki kamar depan yang biasa aku tempati bila aku tidur di rumah bulik.Rumah yang cukup layak dengan tiga kamar yang bisa ditempati.Dan tembok-tembok kokoh yang mencengkeram kuat,atap genteng kayu merah kecoklatan yang dulu sekarang jadilah atap cat putih yang indah dengan gemerlapan lampu.”Hmmmss....!”,hembusan nafas kecilku sambil kurentangkan tubuh ini menuju ranjang springbed yang empuk ini.Sprei berwarna merah bata,dilengkapi dengan bunga-bunga kuningnya yang menambah damainya kalbu jika dengan nyamannya tubuh tergeletak disini.Aku mulai membuka satu jendela diantara ketiga jendela kamar di rumah bulek ini.Yaitu jendela yang pertama dari pinggir kiri.Korden yang tertata rapi,berwarna oranye lumayan panjang ini kubuka bersamaan kayu dari jendela tadi.Kupandangi butiran debu yang pergi meninggalkanku karena terhempas oleh desiran angin.Terbawa bersama asap-asap kendaraan dijalan raya depan rumah bulek.Kutengok,kesana banyak dari mereka yang rajin bekerja dan mungkin jalur ini juga digunakan untuk mudik.Karena para pengendara sangatlah dalam jumlah besar.Kawasan ini juga merupakan kawasan rawan kecelakaan.Buktinya banyak juga yang terkena musibah kecelakaan disini.Ada yang keserempet,jatuh ke sungai yang besar diseberang jalan,dll.”Semoga saja keluargaku terlindung dari musibah tersebut,Amin.”,kataku sendiri sembari memohon keselamatan dari Allah SWT.
Memandangi jalan raya yang ramai,dan menikmati lambaian daun-daun pisang dipinggir jalan membuat udara tidak terlalu keruh.Aku hanya termenung sendiri,dikeheningan matahari yang mulai kembali keperaduannya.Kulipat tangan berkulit sawo matang ini,dan diatasnya kusandarkan daguku yang lumayan lancip kata orang.”Ha..ha..!”,tawa kecilku dalam hati.Ada yang bilang juga kalau anak dagunya lancip,akan pintar bersilat lidah.Ada juga yang bilang anak ini akan banyak omongannya.Ah,kubiarkan saja tentang anggapan mitos dari mereka-mereka yang tak mengerti bagaimana aku.Aku anggap anjing menggonggong khafilah berlalu.Seperti peribahasa yang sudah tak asing lagi ditelingaku ketika kala itu.
Kubelokkan kepala melihat jam dinding yang ada ditembok bercat hijau diarah samping kanan kamar.Jarum pendek telah menunjukkan pukul 17 lebih 12 menit.Aku segera melangkahkan kaki menuju keluar kamar,untuk mwngambil handuk putih yang ada dijemuran halaman belakang yang menyambungkan pintu rumah nenek dan bulik.Setelah kututup pintu kamar kembali,entah apa yang terjadi tiba-tiba perutku terasa mual.Namun tak ada satu orangpun di rumah ini,suasana sepi dan senyap mewarnai kehdupan.Aku berlari keluar pintu belakang rumah bulik,dan ku jambret handuk yang tengah dijemur bersama semilir angin yang menggoyang-goyangkan pakaian-pakaian bersih di udara.
Segeralah aku melanjutkan derap langkah panjangku untuk bergegas masuk ke kamar mandi.Kemudian kumuntahkan apa yang membuatku mual.Entah mengapa,aku mencium bau bunga melati yang begitu menyerbu hidungku.Ku alirkan air dari gayung hijau yang ada dikamar mandi bulek.Kemudian aku membasaihi tubuh dengan air dan membersihkannya dengan sabun mandi,wangi pepaya.Begitu seterusnya,sampai semuanya selesai aku segera keluar dari kamar mandi yang tiba-tiba ada bau melati yang membuatku semakin mual.Ku pakai handuk dari bulikku yang sekarang sedang duduk santai sambil membicarakan sesuatu bersama Ibuku.Kaos merah yang tadi kupakai,setelah mandi ku pakai lagi,dan kubalut bagian bawah dengan handuk putih.Mengendap-endap aku mempercepat langkah,ku coba dengarkan bisik-bisik suara Ibu dan bulikku.Aku tengah berdiri belakang tembok hijau pembatas antara ruangan santai dan kursi-kursi duduk yang ada disamping pintu.Kupasang telinga baik-baik,ternyata Ibuku melirikku lewat jendela.Matanya sayu,terlihat memaksakan untuk menatapku dalm-dalam.Dibalik kaca jendela yang dipinggirnya terdapat kayu yang diplitur untuk hiasan jendela,beliau duduk memakai daster.Lirikan yang begitu tajam,membuat hatiku gelisah dan aku segera menembah derap kaki serta berlari menuju kamar.Entah mengapa,hatiku begitu sedih.Aku merasa dikucilkan hari ini,mungkin karena aku masih kecil jadi aku tidak diberitahu tentang sesuatu yang mereka sedang rundingkan itu.”Brrrrruk...!”,pintu kamar segera kututup erat-erat dan tak lupa aku menguncinya dari dalam.Aku mengganti pakaian yang kupakai sekarang.
“Tok...tok...tok...,Nak buka pintunya Ibu mau masuk!”,kata Ibuku sembari mengetuk pintu kamar yang telah terkunci rapat.Berdiri aku,disamping sping bed milik bulik.Aku sudah mengganti pakaianku,dan kumulai menata rambut yang bergelombang ini dengan sisir milik bulik warna kuning yang mulai pudar.”Ya,Bu sebentar.”teriakku menyahut Ibu yang tengah berada berdiri didepan pintu.
Perlahan-lahan kuberjalan henda membukakan pintu Ibu.”Krrreek...!”,suara pintu kamar yang kubuka.Matanya terbelalak seperti akan menceritakan sesuatu,namun segan untuk diceritakan.Rambutnya yang disemir merah,pendek,dan lurus terbawa oleh semilir angin yang masuk melalui ventilasi rumah.Aku berdiri,terpaku memandangi raut wajah Ibu yang nampak kebakaran jenggot.Entah apa sebabnya,lamunanku jauh melayang-layang.Ibu hanya terdiam,dengan wajah sendu tak karuan.Namun beliau tak membiarkan situasi membingungkan ini.
Kemudian beliau menyerobot disampingku,serta mempercepat langkah kakinya untuk masuk ke kamar.Kutengok,beliau tak membalasku.Aku tak kuasa melihat situasi ini selalu menghantui Ibuku.Lebih baik aku pergi dari kamar,dan aku menuju halaman belakang rumah bulek.Kulewati pintu belakang,dan turun menuju pekarangan yang disebelahnya ada kandang ayam,dan bangau ini.Disampingnya ada rumah tingkat tetangga,jadi atap rumah tinggi yang megah itu bisa kupandang dari luasnya pekarangan bulek.Dibelakang pekarangan ini ada kolam ikan lele milik pakde depan rumah bulek.Aku sedang jongkok ditengah-tengah pekarangan yang diselimuti oleh kandang aym dan bangau.Kupandangi lingkungan sekitar yang lumayan subur,dipenuhi dengan tanaman toga milik nenek.Serta kandang ayam,yang ramai dengan induk dan anak ayam yang repot mengais-ngais tanah untuk mencari makan.Kaki yang bercakar sangatlah kuat untuk mengais segundukan tanah yang ada disekitar kandang.Beberapa keluar,namun yang banyak masih didalam kandangnya.Kualihkan pandangku dari ayam-ayam yang gemuk dan tumbuh besar itu,menuju bangau putih yang berkeliaran agak jauh dariku.Begitu juga bangau,tumbuh dengan subur.Sebagian dari bangau-bangau ini sedang mencari minuman dikali dekat kolam ikan lele milik pakde.Ada juga yang masuk dan mengibas-ngibaskan bulu putih nan anggunnya diudara.Karena dia takut jika tenggelam dalam air yang agak keruh itu.”Ha...ha!”,tawa kecilku dalam hati senang melihat bangau dan ayam bebas di lingkungan sehat ini.Semilir angin mengantarkan pandanganku pada atap rumah tetanggaku.Udara segar yang menyelimuti pekarangan rumah bulik,perlahan-lahan kuhirup dengan tenang.Indahnya alam ini,namun tak seindah hatiku yang selalu dirundung kegelisahan jika melihat keadaan kakek sekilas saja.
“Astaghfiruwloh,aku lupa aku belum shalat asyar.”,seketika aku melompat kembali masuk ke rumah bulek dan menutup pintu rumah belakang.Kemudian kupandang cepat jarum pendek pada jam,menunjukkan pukul 17.22.Aku segera bergegas mengambil air wudhu dan segera melaksanakan ibadah shalat asyar.Kulakukannya didalam kamar depan yang biasa aku tempati bersama Ibu.
Kala itu pula nenekku,memanggil-manggil aku.”Rin,ayo bantu nenek!”,ajak beliau tengah berdiri didepan televisi rumah bulik.Cukup lama aku tak menyahutnya,nenekpun berusaha mencariku.Pertama di kamar bulikku,dan tak ada batang hidungku sama seali disana.Kemudian beliau berjalan kearah depan,dan pintu sedikit terbuka.Nenekkupun spontan menjerit ketakutan,”Ha......!Apa itu Rin,astaghfiruwloh hal ngadzim.”,seketika itu pula beliau berlari berbalik arah dan melewati tiga tingkat pemisah rumah nenekdan bulik.Segeralah beliau masuk pintu rumahnya,tetap berteriak juga tak ada habisnya.
Mendengar itu,kakekku yang semula tidur sekarang beliau membuka mata dengan cepat dan beliau mencoba untuk menggerak-gerakkan tubuhnya untuk bangun menenangkan nenek.Dalam hatinya ia ingin sekali bangun dan membantu nenek,namun takdir berkata lain padanya.Beliau hanya bisa berdo’a dan bersabar.Juga tak lupa beliau selalu bersyukur dan menerima segala cobaan yang ada.Karena beliau yakin Allah tak akan memberikan cobaan kepada hambanya diluar batas kemampuannya.
Nenek menghentikan langkahnya didepan pintu samping rumahnya.Nafasnya terengah-engah dan peluh keringat bercucuran membasahi sekujur tubuhnya.Kemudian beliau mencoba duduk bersandar sembari menenangkan diri sendiri diluar rumah ada tempat duduk yang masih bisa digunakan walau hanya dari bambu yang reot.
“Amin...!”,kata terakhirku setelah berdoa.Kemudian aku membereskan rukuh dan sajadah yang kupakai.Aku merasa bersalah pada nenek yang ketakutan denganku tadi.
Setelah semuanya rapi,aku mencari nenek.Dan kutemui nenek tengah bersandar santai dikursi dari bambu reot samping rumahnya.Kudekati nenek,”Nek maafkan aku,tadi bukan suatu hal yang gaib.Tapi tadi aku sedang shalat dan mendoakan kakek.”,seketika aku duduk disamping nenek.Dengan hati gemetar aku menundukkan kepala menunggu jawaban nenek.”Ya aku tahu,aku baru tersadar ketika aku duduk disini.Ya sudah lupakan saja!”,kata nenek sedikit marah denganku.Kemudian beliau pergi dariku dan masuk kedalam rumah.
Kuhembuskan nafas sedikit merasa lega,dan kulentangkan tubuh ini bersama sejuknya udara disini.Entah mengapa,aku merasa sangat menikmati angin yang silih berganti dan akhirnya aku terlelap.
Aku melihat sesuatu yang amat putih,bersih dan rapi.Tak ada satu orang disitu yang tidak memakai pakaian serba putih,semuanya berwarna putih.Dan aku bingung ini ada dimana.Keadaan alam yang sejuk dan langit bumi terlihat sangatlah dekat.Heranku mereka tak memanggilku,padahal aku berdiri dibelakangnya.”Mengapa mereka membuat barisan-barisan panjang?”,tanyaku dalam hati.
Namun tak lama kemudian,tiba-tiba mereka menghilang dan sekarang berubahlah mereka menjadi kain putih nan bersih membuat barisan yang panjang.Aku mencoba mendekati mereka tapi mengapa diri ini tak bisa.Bahkan aku terlempar jauh,suasana itu tetap bisa kupadang walaupun dari kejauhan.
“Kain putih baris-baris.”,teriakku lantang ketika Ibuku mengetahui bahwa aku tidur diluar.Suasana dingin menusuk tulang igaku.Entah apa yang terjadi,”Glubuk.....,Aduh...!”,suaraku yang ternyata terjatuh dari kursi bambu itu.
Aku sangat terkejut,karena ketika itu Ibuku berdiri dihadapanku dan menangisserta terus menahan air mata yang berlinang dipipinya.Aku bertanya kepada beliau,”Ada apa Bu?Mengapa Ibu menangis?”,tanyaku penasaran.Dan kupandangi rumah nenek mulai dikerumuni banyak orang.Seketika Ibuku memeluk erat aku sambil berkata,”Kakekmu telah tiada Rin.”
Aku menangis meronta-ronta,dan menceritakan seluruh mimpi yang aku lalui.Ibuku berusaha menenagkanku,”Mungkin ketika itu Malaikat Izrail lah yang menjemput kakekmu.”
Semoga arwah kakekmu diterima disisi Nya.”
“Amin..!”,jawabku perlahan dengan diselimuti hangatnya pelukan Ibu.
Itulah sekilas pengalaman yang paling mengesankan dan menegangkan ketika ramadhan pada waktu kecilku.
Oleh:Auliya SM
Antologi samudera kesabaran_yang deadlinenya sampai tanggal 4 September 2011